PODCASTNEWS.ID – Meski terkenal sebagai salah satu negara produsen kakao dunia, Indonesia belum banyak memiliki industri pengolahan kakao yang produk akhirnya berupa cokelat.
Brand-brand cokelat yang beredar di pasar dalam negeri, umumnya dikuasai oleh brand luar yang bahan baku kakaonya justru diproduksi di Indonesia.
Padahal industri pengolahan kakao khususnya cokelat di Indonesia merupakan salah satu industri yang memiliki Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) tertinggi dengan penyerapan mencapai hingga 95 persen.
Peluang untuk mengembangkan industri pengolahan di Indonesia itu lah yang jeli dilihat oleh Ubud Raw Chocolate, salah satu produsen cokelat lokal yang kini mulai merambah pasar dunia.
Co-Founder Ubud Raw Chocolate, Olivia Putri Prawiro menjelaskan bahwa ia merintis usahanya tersebut pada tahun 2015 silam dengan mengusung konsep cokelat enak namun sehat.
“Ubud Raw berdiri secara resmi dari 2015, berawal dari keinginan kami menciptakan coklat enak namun tetap sehat di Bali akhirnya terciptalah Ubud Raw yang saat itu produk utamanya hanya fresh chocolate. Dibuat dari cacao dan coconut (coconut sugar dan coconut milk) kedua superfood ini menjadi bahan dasar dari pembuatan coklat Ubud Raw,” kata Olivia, di Ubud, Bali beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan, kakao yang digunakan oleh Ubud Raw adalah biji kakao fermentasi, namun tanpa melalui proses roasting atau pemanggangan (pemanasan diatas 100derajat). Kakao fermentasi tersebut dikeringkan menggunakan dehydrator di suhu yang rendah untuk menjaga kandungan antioksidan yang ada di dalam biji kakao dan Ubud Raw hanya menggunakan gula kelapa sebagai pemanis alami untuk coklat kami karena gula kelapa memiliki nilai glicemix index lebih rendah dibandingkan dengan gula putih atau refine sugar.
“Hal ini menyebabkan coklat kami juga fully plant based atau vegan,” ungkap Olivia yang kini mempekerjakan sebanyak 20 karyawan dengan omzet mencapai Rp 300 jutaan per bulan.
Olivia menambahkan, salah satu alasannya mendirikan Ubud Raw Chocolate, karena selama ini di Bali sendiri belum ada produk cokelat yang enak dan sehat.
“Karena saat dulu di Bali kami merasa tidak ada coklat yang enak dan berkualitas (sehat) jadi memutuskan untuk membuat coklat ini sendiri. Tantangannya karena produk yang kita hasilkan memerlukan penyimpanan dalam suhu dingin dan shelf life yang cukup pendek, sehingga kami harus punya distribusi channel sendiri. Selain itu juga karena Ubud Raw sangat concern dengan penggunaan plastic sehingga coklat kami tidak menggunakan packaging (naked). Jadi untuk customer yang ingin membeli disediakan paper bag. Namun semua keterbatasan ini juga merupakan peluang karena jarang ada bisnis yang memang benar-benar konsern terhadap kualitas hingga environmental impact, sehingga customer kami memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap produk yang kami hasilkan,” ujarnya.
Diakuinya, saat ini Ubud Raw Chocolate sendiri telah memproduksi tiga produk andalan mereka yakni, fresh raw chocolate, bean to bar chocolate dan ceremonial cacao.
Untuk strategi perusahaan dalam mempromosikan produknya, Ubud Raw Chocolate sendiri memiliki filosofi “word of mouth, trusted by client” yang mengandalkan kekuatan media sosial sebagai sarana promosinya.
“Strategi utama kami pemasaran melalui social media seperti IG. Selain itu kami juga memasukan coklat kami ke beberapa yoga place, restaurant, cafe, hotel dengan tetap mempertahankan brand Ubud Raw,” ungkapnya.
Selain itu, mereka juga memasarkan produknya melalui platform online seperti marketplace dan Whatsapp.
“Dari turis-turis mancanegara yang berkunjung ke Bali, kini kita banyak menerima pesanan langsung dari luar negeri seperti Australia hingga Afrika Selatan,” imbuhnya.