www.podcastnews.id
The Best Place for Podcast

The Economist Ralat Prediksi Prabowo Menang Satu Putaran

0

PODCASTNEWS.ID – Majalah berita dan peristiwa internasional berbahasa Inggris milik “The Economist Newspaper Ltd”, The Economist meralat laporan pantauan beberapa survei elektabilitas terkait Pilpres 2024 di Indonesia.

Dalam publikasi terbarunya, media yang didirikan oleh James Wilson pada September 1843 silam ini merilis elektabilitas Prabowo per 26 Januari menjadi 47%. Sedangkan Ganjar dan Anies bersaing dengan elektabilitas menjadi masing-masing 24%. “Hasil pantauan ini telah diperbarui dengan menghapus data hasil survei yang kami anggap tidak bisa diandalkan,” bunyi catatan redaksi The Economist dalam ralatnya.

Sebelumnya, The Economist merilis elektabilitas rerata Prabowo berada pada 50%. Sementara, rerata elektabilitas Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan masing-masing berada pada 23 persen dan 21 persen.

Hasil survei yang dipublikasikan dalam artikel bertajuk “Who will be the next president of Indonesia? ini, menuai pro dan kontra karena banyak pihak yang menilai hasil survei yang ditampilkan, tidak menjelaskan dari mana kesimpulan elektabilitas itu diperoleh.

Dalam deskripsinya, The Economist hanya menggambarkan bahwa pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berpotensi meraup suara dengan garis tengah sebesar 47 persen, dengan estimasi terendah 42 persen dan estimasi tertinggi 52 persen atau bisa memenangkan Pilpres dalam satu putaran.

Sementara pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD berpotensi mendulang suara sebanyak 24 persen dengan estimasi terendah 18 persen dan tertinggi 31 persen.

Perolehan suara Ganjar-Mahfud, diprediksi bakal bersaing ketat dengan pasangan calon nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang juga diprediksi meraih suara sebanyak 24 persen, dengan estimasi suara terendah 18 persen. Namun potensi suara tertinggi Anies-Muhaimin diprediksi berada tipis di bawah Ganjar dengan raihan 30 persen.

Yang menarik dalam ulasannya, The Economist menyebut saat ini Indonesia justru mengalami kemunduran demokrasi, termasuk kebangkitan kronisme dan politik dinasti.

The Economist pun menggambarkan sisi positif dan negatif dari tiga kandidat capres yang bersaing di Pilpres 2024.

Untuk sosok Prabowo, The Economist menyebutnya sebagai sosok pemimpin yang berjanji untuk menjaga warisan pembangunan Jokowi. “Prabowo tidak hanya menganut paham “Jokowinomics”, yakni pembangunan berbasis infrastruktur, tetapi juga memilih putra Jokowi yang berusia 36 tahun, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapresnya,” tulis The Economist.

Tak lupa, The Economist juga menyindir tetang peran MK dibalik lolosnya Gibran untuk maju sebagai cawapres pendamping Prabowo. “Mahkamah Konstitusi Indonesia, yang ketua hakimnya adalah saudara ipar Jokowi, membuat pengecualian terhadap aturan yang melarang kandidat berusia di bawah 40 tahun untuk mencalonkan diri,” tulis artikel tersebut.

The Economist juga menggambarkan perubahan karakter Prabowo yang sebelumnya dikenal memiliki sifat mudah meledak-ledak, namun saat ini berubah menjadi sosok yang gemoy dan kakek penyayang kucing yang memiliki pesan nasionalis yang kuat di mata para pemilih muda.

“Banyak pemilih yang masih terlalu muda untuk mengingat darah di tangan Pak Prabowo—pasukannya melakukan pelanggaran selama perang brutal Indonesia di Timor-Leste, dan di masa senja pemerintahan Suharto, ia menculik lebih dari 20 pengunjuk rasa demokrasi, 13 di antaranya masih belum ditemukan. Meskipun kebijakan luar negerinya tidak jelas, Prabowo berjanji akan lebih menekankan pada keamanan dan pertahanan,” tulis The Economist.

Sementara sosok Anies Baswedan digambarkan sebagai pemimpin yang memiliki pandangan progresif dengan menggambarkan dirinya sebagai seorang teknokrat yang kompeten. Di sisi lain, The Economist juga menyindir sosok Anies yang pernah menerapkan politik identitas yang buruk terhadap petahana yang beretnis Tionghoa dan Kristen saat kampanye di Pilkada DKI Jakarta 2018 silam.

Sedangkan, sosok Ganjar Pranowo sebagai teknokrat yang ramah serta memiliki pendekatan yang bersifat man-of-the-people. Di sisi lain, The Economist menilai bahwa Ganjar hanya merupakan petugas partai yang sangat bergantung pada dukungan dari PDI-P dan bosnya, Megawati Sukarnoputri.

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.