KPK akan Geledah TKP Kabasarnas, Tunggu Koordinasi dengan TNI
PODCASTNEWS.ID – KPK akan berkoordinasi dengan Puspom TNI untuk menggeledah sejumlah tempat kejadian perkara dugaan suap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. Keduanya kini menjadi tersangka Puspom TNI dari kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas hasil OTT KPK.
“Ya pasti (penggeledahan). Pasti nanti kita akan koordinasikan dengan Puspom TNI,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Senin (31/7/2023). Namun dia belum menjelaskan lokasi mana saja yang akan digeledah. Alexander mengatakan Henri dan Afri diduga menerima suap Rp 88,3 miliar sejak 2021. Dia menyebut Afri memiliki catatan soal penerimaan uang itu.
“Dalam ekspose sudah dipaparkan, ada transaksi-transaksi, ada catatan-catatan dari Koorsmin sehingga itu bisa ketahuan. Ternyata itu sudah dilakukan dari tahun 2021 sampai 2023 yang totalnya uang yang diterima Rp 88,3 miliar, ada catatan semuanya,” ujar Alexander.
Alexander mengatakan keterangan para saksi yang diamankan dalam operasi tangkap tangan atau OTT juga menguatkan keterlibatan dari Henri. Dia juga menyebut ada bukti percakapan elektronik terkait dugaan suap tersebut.
“Dan juga keterangan dari saksi yang kita periksa termasuk pihak yang ditangkap tangan. Tentu dari keterangan-keterangan saksi dan bukti percakapan elektronik dan juga buku-buku catatan itu kami meyakini bukti menetapkan tersangka sudah cukup,” ujar Alex.
Serahkan Diri
Awalnya Henri Alfiandi dan Afri ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Penetapan tersangka oleh KPK itu membuat Henri keberatan.
Henri langsung mendatangi Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI, Marsekal Muda R. Agung Handoko yang merupakan yunior satu matra dari TNI AU. Henri, meminta petunjuk prosedur apa yang harus ia lakukan setelah dijadikan tersangka oleh KPK.
“Marsdya HA betul memang menemui saya. Bukan berarti ada sesuatu, tetapi sebagai bentuk pertanggungjawaban beliau usai ditetapkan jadi tersangka oleh KPK. Kalau boleh dikatakan Beliau menyerahkan diri,” ujar Agung ketika memberikan keterangan pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur pada Jumat (28/7/2023).
Selanjutnya Agung Handoko menyatakan keberatan penetapan Henri oleh KPK. Dirinya menyebut bahwa KPK telah melebihi kewenangannya dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Kemudian Agung Handoko bersama tim Puspom TNI mendatangi KPK.
Agung Handoko juga memprotes penangkapan dan penahanan terhadap Koordinator Staf Administrasi atau Koorsmin Kabasarnas Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto. Menurut Komandan Puspom TNI tersebut, KPK tidak bisa melakukan penangkapan serta penahanan karena Arif masih memiliki status sebagai anggota TNI aktif.
”Menurut kami apa yang dilakukan oleh KPK untuk menahan personel militer menyalahi aturan,” ujar Agung dalam konferensi pers yang dilakukan pada Jumat 28 Juli 2023, di Mabes TNI, Cilangkap.
Atas tekanan dari Puspom TNI itu Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf dan menyebut tim penyelidiknya khilaf karena menciduk pejabat Basarnas dari kalangan militer yang diduga menerima suap.
Namun akhirnya kasus tersebut menjadi polemik. Sejumlah pegiat antikorupsi, pakar hukum, hingga netizen, mendesak KPK tetap menangani kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Basarnas itu walaupun melibatkan oknum TNI aktif.
Tunduk
Seperti ahli hukum pidana UMJ, Chairul Huda mengatakan KPK berhak menetapkan Kabasarnas sebagai tersangka karena tindak pidananya melanggar kepentingan umum sekalipun hal itu dilakukan TNI aktif
KPK bisa merujuk Pasal 65 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia.
Pasal 65 ayat 2 berbunyi, prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang.
KPK bisa mengabaikan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer untuk kasus ini. Undang-undang TNI lex posteriori yang mengesampingkan Undang-undang Peradilan Militer sebagai lex apriori. “Lex posteori derogat legi lex apriori (hukum yang berlaku kemudian mengesampingkan hukum yang berlaku sebelumnya)
Penindakan anggota TNI oleh KPK juga bisa mengacu Pasal 1 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut menyebut pegawai negeri meliputi orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah. “Pegawai negeri dalam Undang-undang Korupsi itu lebih luas daripada ASN. Jadi termasuk anggota TNI. Anggota TNI itu orang yang menerima gaji dari keuangan negara atau daerah,” ujar Chairul Huda.