Dugaan Kasus Bisnis Izin Praktik Dokter, Netizen Desak Audit IDI
PODCASTNEWS.ID – Warganet mengapresiasi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan DPR RI usai Undang Undang Kesehatan sah sejak Selasa (11/7/2023). Dalam UU tersebut kini tidak ada lagi kewenangan organisasi profesi tenaga kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia atau IDI untuk mengatur izin praktik dokter.
Menariknya, kini warganet justru mendesak dilakukan audit kepada IDI dan organisasi profesi tenaga kesehatan seiring adanya dugaan bisnis izin praktik dokter berjalan sebelumnya. Desakan netizen tersebut seperti terlihat dalam kolom komentar di akun TikTok redaksipodcastnew (klik) dalam konten video berjudul: UU Kesehatan Sah, IDI Tak Boleh Lagi Atur Rezeki Dokter.
Akun aindo_2007, membalas: lanjut audit IDI. Akun Selamet membalas: Audit dan tegakkan hukum, yang audit team dari luar negeri. Akun Wismayamoro, membalas: Dukung audit IDI, bertahun-tahun jadi yang ngatur kesehatan.
Akun Wen, membalas: IDI, IBI, IAI, PPNI harus diaudit. Akun anwarangga 8, membalas: mantap pak Menkes dan DPR . Akun KeenanJoe membalas: abis audit IDI, lanjut audit M U I 😂.
Berkaitan dengan hal itu, netizen dengan akun berlianidris (klik) menuliskan status di dalam utasnya:
Penolakan diframing sebagai isu elitis IDI.
Tidak tanggung-tanggung, Menkes langsung yang membuat pernyataan bahwa IDI akan kehilangan pendapatan sampai 460 M per tahun bila rekomendasi. Padahal penolaknya bukan hanya IDI, tapi empat organisasi profesi kesehatan yang lain.
Ada hominem yang ‘jenius’, substansi jadi tidak penting karena penolak utamanya kehilangan kredibilitas. Kemudian diunggah tangkapan layar berita dengan judul: Biaya Urus Izin Dokter Rp231 Miliar sampai Rp460 Miliar per Tahun.
Terheran-heran
Berita tersebut membahas tentang Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi terheran-heran dengan biaya mengurus Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) yang mahal.
Menurutnya, ia tidak menyentil nama ‘IDI’ soal perizinan STR dan SIP. Bahkan sebenarnya Menkes Budi merasa kasihan dengan para dokter yang harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit.
“Kadang-kadang saya lupa habis ngomong gitu, IDI-nya marah. Saya kayaknya enggak nyebut nama IDI deh. Saya bilangnya gini, dokter-dokter itu keluarin banyak sekali biaya. Waktu itu nanya dokter spesialis, dijawab Rp6 juta.”
Selain soal pengurusan STR dan SIP, Budi Gunadi Sadikin juga baru tahu ada biaya bayar ke asosiasi kedokteran masing-masing. “Saya baru tahu ternyata selain bayar (iuran) ke IDI, ini ada juga bayar asosiasi dokter,” lanjutnya.
Merujuk pada data penerbitan STR dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), sebanyak 77.000 STR diterbitkan pada tahun 2022. Budi Gunadi pun menghitung kisaran biaya yang dikeluarkan per tahun.
“Dokter spesialis 77.000, all cost-nya (total biaya) Rp6 juta dikalikan aja jadi Rp462 miliar. Kalau dokter umum itu kan Rp3 juta dikali 77.000 itu Rp231 miliar. Dengan asumsi sebenarnya semuanya penerbitan STR buat dia ngejar penerbitan SIP dong,” papar Menkes Budi.
“Nah angka itu saya diskusikan dan saya sih orangnya terbuka aja untuk menyampaikan. Buat saya sih angka Rp231 miliar itu yang paling rendah, tingginya Rp462 miliar per tahun karena tahun 2022 angkanya 77.000 dokter terbit STR. Mungkin tiap tahun bisa berubah, tahun depan mungkin enggak sampai 77.000.”
Klarifikasi
Di lain pihak, Ketua Umum PB IDI Moh. Adib Khumaidi memberikan klarifikasi terkait pernyataan Menkes Budi Gunadi Sadikin soal biaya mengurus STR dan SIP dokter. Ada beberapa isu yang kalau ini tidak saya jawab nanti kesannya IDI sebagai lembaga non formal yang menghimpun uang begitu besar,” katanya.
Selanjutnya, Adib merinci IDI selama ini hanya mengeluarkan kebijakan iuran senilai Rp30.000 per bulan, sehingga dalam 5 tahun masing-masing dokter perlu merogoh kocek senilai Rp1,8 juta. Kemudian KTA elektronik Rp30.000 per sekali pembuatan.
Tak hanya iuran ke IDI, ada iuran perhimpunan dokter yang tarifnya bervariasi, namun rata-rata Rp100.000. Dengan demikian, per 5 tahun para dokter spesialis perlu membayar senilai total Rp6 juta.