Industri Tancap Gas Kejar Target Pasar Mobil 2 Juta Unit
PODCASTNEWS.ID – Industri otomotif optimistis pasar mobil domestik bisa menembus 2 juta unit pada tahun 2030, ditopang stabilnya pertumbuhan ekonomi, peluncuran model-model baru di segmen gemuk, dan masih rendahnya penetrasi mobil di Tanah Air. Mobil di segmen A dan B dengan banderol di bawah Rp 300 juta akan memimpin pertumbuhan pasar hingga 2030, karena cocok dengan daya beli masyarakat Indonesia.
Sementara itu, lonjakan penjualan mobil bakal diimbangi dengan pengembangan teknologi otomotif untuk meningkatkan efisiensi bahan bakar dan menurunkan emisi karbon. Selain mobil elektrifikasi, yakni hybrid electric vehicle (HEV), plug in hybrid electric vehicle (PHEV), dan battery electric vehicle (BEV), pabrikan terus menyempurnakan teknologi di mobil bermesin pembakaran internal (internal combustion engine/ICE) yang kini digunakan mobil segmen A dan B. Tujuannya agar agenda penurunan emisi karbon melibatkan lebih banyak lapisan masyarakat.
Tahun lalu, penjualan mobil domestik mencapai 1,013 juta unit, naik 18% dari tahun 2021. Sementara itu, ekspor mobil utuh (completely built up/CBU) melejit 60% menjadi 473 ribu unit. Dengan demikian, total produksi mobil mencapai 1,4 juta unit.
Di sisi lain, pemerintah sempat menargetkan produksi mobil mencapai 2 juta unit tahun 2025. Dari jumlah itu, sebanyak 1,69 juta unit merupakan penjualan domestik, sedangkan sisanya diekspor Selanjutnya, tahun 2030, produksi mobil ditargetkan mencapai 3 juta unit. Saat itu, pasar domestik ditargetkan menembus 2 juta unit atau tepatnya 2,1 juta unit, sedangkan ekspor dibidik 900 ribu unit.
Akan tetapi, target ini belum dibakukan dalam aturan resmi. Sejauh ini, target resmi pemerintah yang sudah dibakukan ke dalam aturan adalah produksi BEV roda empat mencapai 400 ribu unit tahun 2025, lalu 600 ribu unit tahun 2030, dan 1 juta unit tahun 2035. Landasan hukumnya Permenperin 6 Tahun 2022.
Demikian benang merah workshop “Tancap Gas Kejar Target Pasar Mobil 2 Juta Unit” yang digelar Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, Kamis (23/2/2023). Bertindak sebagai panelis adalah Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmy Suwandi, Kasubdit Industri Alat Transportasi Darat Ditjen IMATAP Kementerian Perindustrian Dodiet Prasetyo, Pengamat otomotif LPEM UI Riyanto, dan Direktur Operasional PT Toyota Astra Financial Services (TAF) Devy Santoso.
Anton Jimmi menerangkan, Toyota optimistis menatap pasar mobil ke depan. Sebab, rasio kepemilkan mobil di Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara pesaing.
Dia mencatat, tahun 2000-an, pasar mobil domestik hanya 300 ribu unit. Namun, pada 2012, pasar mobil sudah menembus 1 juta unit. Adapun tahun lalu, pasar mobil kembali menembus 1 juta unit, setelah sempat terpuruk pada 2020 akibat pandemi Covid-19 dan mulai pulih pada 2021.
“Pemicu pertumbuhan pasar otomotif adalah kenaikan PDB per kapita, yang dapat mendongkrak daya beli masyarakat. Dengan begini, mereka bisa membeli mobil dan menggenjot pasar,” kata dia.
Dia menambahkan, industri mobil juga sanggup memacu ekspor. Di era 2000-an, ekspor mobil utuh sangat kecil, namun tahun lalu sudah mencapai 473 ribu unit. Artinya, produksi mobil tahun lalu sudah berkisar 1,4-1,5 juta unit.
Dari sini, dia menilai, target produksi mobil 2 juta unit yang sempat disebut pemerintah bukan mustahil, karena ekspor juga cukup kuat. Contohnya, Toyota sudah mulai mengekspor All New Kijang Innova Zenix tahun ini ke beberapa negara dengan target 8.000 unit.
Dia menyatakan, sejauh ini, mobil di segmen A dan B dengan kapasitas mesin kecil, harga di bawah Rp 300 juta masih menjadi motor pertumbuhan penjualan. Kontribusi segmen ini terhadap total pasar mencapai 48%. Contoh mobil di segmen ini adalah LCGC Agya, LMPV Avanza-Veloz, dan Toyota Rush. Di luar itu, Anton menerangkan, mobil niaga berperan signifikan, karena ekonomi tumbuh.
“Segmen ini perlu dikembangkan untuk mendongkrak pasar mobil. Di Toyota, mobil segmen A dan B menyumbangkan 70% penjualan,” papar Anton.
Anton menambahkan, Toyota juga terus berupaya menghasilkan produk yang ramah lingkungan, dari sisi efisiensi bahan bakar dan emisi gas buang di semua pilihan powertrain. Sebagai contoh, konsumsi bahan bakar Zenix bensin kini bisa mencapai 1 liter per 15 kilometer (kpl), membaik dibandingkan generasi sebelumnya 1 kpl.
Dia menambahkan, Toyota juga memasukkan pilihan mobil elektrifikasi untuk konsumen, mulai dari HEV, PHEV, hingga BEV. “Intinya kami menyasar ke seluruh segmen dengan menyediakan line up produk lengkap,” tegas dia.
Lampaui Rata-rata Dunia
Dodiet Prasetyo menyatakan, industri otomotif tumbuh 10,67% tahun lalu, di atas laju ekonomi 5,3% dan industri 5,01%. Jumlah ini juga di atas rata-rata pertumbuhan industri mobil dunia 3,1%.
Dia memastikan, kapasitas produksi mobil nasional sebanyak 2,3 juta unit per tahun sanggup menopang penjualan mobil 2 juta unit. Dalam konteks ini, Kemenperin terus mendorong terciptanya iklim usaha yang baik dengan menerbitkan regulasi mendukung penjualan mobil 2 juta unit.
Tahun lalu, dia menyatakan, produksi mobil 1,4-1,6 juta unit, terdiri atas penjualan domestik 1 juta unit dan ekspor 478 ribu unit. Adapun tahun ini, produksi mobil dibik 1,6 juta unit. Dengan demikian, dibutuhkan tambahan produksi 400 ribu unit untuk mencapai target produksi 2 juta unit.
Dia menyatakan, rasio kepemilikan mobil di Indonesia sangat rendah, yakni 99 per 1.000 orang. Artinya, pasar mobil ke depan masih berpotensi tumbuh kencang. “Pemerintah bisa melakukan intervensi untuk meningkatkan kapasitas produksi dan penjualan mobil. Pemerintah juga mendorong peralihan mobil dari ICE ke elektrifikasi,” tegas dia.
Sejauh ini, dia menyatakan, pemerintah baru menetapkan target kuantitatif BEV, yakni 400 ribu unit tahun 2025, 600 ribu unit tahun 2030, dan 1 juta unit tahun 2035 dalam Permenperin 6 Tahun 2022. “Kemenperin berharap baterai yang diproduksi di Indonesia bisa digunakan untuk mobil PHEV dan HEV,” kata dia.
Potensi Besar
Riyanto menyatakan, pasar mobil domestik berpotensi besar menembus 2 juta unit tahun 2030. Syaratnya, pertumbuhan ekonomi mencapai 5% per tahun dan populasi 1% sepanjang 2023-2030.
Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar itu, dia menyatakan, PDB per kapita Indonesia mencapai US$ 6.500 pada 2030, dibandingkan tahun lalu US$ 4.783 tahun 2022. Selanjutnya, rasio kepemilikan mobil pada tahun 2030 mencapai satu unit per 150 penduduk.
“Jika semua syarat itu terpenuhi, pasar mobil akan mencapai 2,1 juta unit tahun 2030, di luar faktor mikro, seperti perubahan preferensi masyarakat yang bisa saja lebih memilih memakai transportasi umum atau angkutan online. Kemudian, bisa saja generasi muda nantinya lebih memilih investasi ketimbang membeli mobil,” tegas dia.
Dia mencatat, rasio kepemilikan mobil di Indonesia saat ini sangat rendah, yakni 99 per 1.000 penduduk atau satu unit per 300 penduduk. Bandingkan dengan Thailand satu unit per 100 orang dan Malaysia 1 unit per 64 penduduk. Jika rasio kepemilikan mobil Indonesia di Indonesia naik menjadi satu unit per 150 orang, pasar mobil akan mencapai 2,1 juta unit.
Level itu, kata dia, sangat mungkin dicapai, karena Indonesia menyumbangkan 40% penduduk Asean. Namun, Indonesia hanya menyumbangjan 40% pasar mobil Asean. Dalam tujuh tahun terakhir, pasar mobil tak bergerak di level 1 juta unit, bahkan sempat ambles ke 532 ribu unit pada 2020 saat pandemi Covid-19.
Dia menambahkan, untuk mencapai penjualan mobil 2,1 juta unit, mau tak mau mobil segmen A dan B harus digenjot. Namun, segmen ini sangat elastis terhadap harga jual. Oleh sebab itu, dibutuhkan stimulus untuk merangsang penjualan.
“Kalau harga mobil segmen A dan B turun 1%, demand bisa naik 3,5%. Jadi, kalau harga turun 10%, permintaan bisa melejit 35%. Intinya, segmen ini ada ruang untuk dibesarkan,” kata dia.
Dia menambahkan, pada 2030, pangsa pasar mobil elektrifikasi diprediksi mencapai 10%, lebih rendah dari target pemerintah. Khusus untuk BEV, konsumen menantikan terbentuknya ekosistem selain harga jual kompetitif.
Sementara itu, Devy Santoso menyatakan, industri pembiayaan terkait erat dengan pergerakan pasar mobil. Sebab, sebesar 43% pembiayaan konsumsi disumbangkan pembiayaan mobil baru.
Dia menyatakan, industri pembiayaan kini dihadapkan pada beberapa tantangan, terutama kenaikan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Oleh sebab itu, dia berharap pemerintah bisa menahan BI7DRR di level saat ini, sebesar 4,75%. “Dalam kondisi seperti ini, kami mengeluarkan paket-paket kredit menarik untuk menarik orang membeli mobil sehingga diharapkan dapat memacu pasar secara keseluruhan,” tegas dia.