Obstruction of Justice Jerat Penabrak Mahasiswa UI?
PODCASTNEWS.ID – Tim pencari fakta kasus kematian mahasiswa Universitas Indonesia Hasya Attalah Syaputra belum juga menyimpulkan hasil temuannya terkait penetapan status tersangka kepada Hasya yang mengundang polemik di publik.
Di sisi lain, AKBP purnawirawan Eko Setio Budi Wahono yang sebelumnya tak pernah muncul, akhirnya menyampaikan permintaan maafnya kepada keluarga korban pascaviral di sosial media maupun media mainstream.
Di balik permintaan maaf tersebut, pensiunan polisi lalu lintas tersebut mengungkap pembelaan dirinya atas peristiwa tersebut. Sebagai disampaikan kuasa hukumnya Kitson Sianturi, Eko Setio mengklaim turut berziarah ke makam Hasya, meski diwakili orang lain. Hal itu dilakukannya sebagai bentuk turut berdukacita atas kematian Hasya.
Eko juga berdalih tidak ada niat kabur atau mencoba merintangi proses penyidikan terkait mobil Pajero yang berubah warna dari hitam ke putih. Alasannya, STNK mobil tersebut memang berwarna putih.
Pembelaan ketiga, Eko mengaku turut mengevakuasi dan menghantar Hasya ke rumah sakit. Pembelaan ini diungkap Eko setelah begitu banyak komentar negatif terhadap sikap arogan dan tidak berempatinya purnawirawan polri tersebut.
Benar tidaknya pembelaan Eko tentu akan diputuskan dalam kesimpulan tim pencari fakta yang masih bekerja. Jika pada akhirnya kesimpulan tim pencari fakta selaras dengan keterangan Eko, bisa jadi kasus ini akan berakhir anti klimaks, seperti diyakini publik.
Sebaliknya, jika berbanding terbalik dengan pembelaan Eko, maka yang bersangkutan berpeluang dijerat pasal pidana. Lantas faktor faktor apa saja yang dapat memberatkan AKBP purnawirawan Eko Setio dalam jerat pidana.
Perintangan
Pertama adalah perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Istilah yang belakang ini begitu populer dalam kasus Ferdy Sambo. Di mana letak perintangan yang dilakukan Eko Setio?
Hal ini terkait perubahan warna mobil yang notabene adalah benda yang menyebabkan kematian Hasya. Seperti diketahui, Hasya meninggal dunia pasca dilindas mobil pajero berwarna hitam milik Eko Setio. Namun pada saat rekonstruksi, mobil tersebut berubah warna menjadi putih.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan tegas menyebit barang bukti adalah benda yang dibutuhkan untuk keperluan pemeriksaan, baik dalam tingkat penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan di sidang pengadilan.
Barang bukti merupakan bagian penting dalam mengungkap suatu peristiwa pidana yang terjadi. Lantas apa ancaman pidana bagi pelaku penghilangan atau pengrusakan barang bukti? Pasal 233 KUHP berbunyi, Barang siapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus-menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Faktor pemberat berikutnya adalah latar belakang Eko Setio yang tak lain adalah purnawirawan Polri, terlebih berlatarbelakang polisi lalu lintas. Bahkan Eko pernah menjabat Kepala Seksi Kecelakaan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya sebelum yang bersangkutan pensiun.
Dengan kata lain Eko memahami betul ketentuan Undang-Undang No 29 tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Jalan Raya. Salah satu yang mengkritisi hal tersebut adalah mantan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya yang juga pemerhati masalah transportasi, Budiyanto.
Budiyanto menuturkan, Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tepatnya pasal 231 ayat 1, disebutkan secara tegas dan jelas bahwa pengemudi yang terlibat kecelakaan lalu lintas wajib menghentikan kendaraan, memberikan pertolongan kepada korban, melapor ke kantor polisi, dan memberikan keterangan kejadian.
Tak Beri Pertolongan
Selain itu, bagi setiap orang yang mendengar, melihat dan atau mengetahui terjadinya kecelakaan lalu lintas, wajib memberikan pertolongan kepada korban, melaporkan ke pihak kepolisian, dan memberikan keterangan. Lantas, seperti apa dan bagaimana sanksi bagi orang yang terlibat kecelakaan dan sengaja tidak memberikan pertolongan?
Menurut Budiyanto, UU mengategorikan orang tersebut melakukan tindak pidana kejahatan dan dapat diancam sanksi pidana. Ketentuan Pidana itu diatur dalam UU 22 tahun 2009 tentang LLAJ pasal 312 yang berbunyi
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak tujuh puluh lima juta rupiah.
Pasca pensiun dari Polri, Eko terjun ke politik, bergabung dengan Partai Gerindra. Kasus Hasya saat ini menjadi perhatian publik yang sangat luas. Kesimpulan tim pencari fakta akan berhadapan dengan kepercayaan publik yang belakangan ini kembali dibangun polri, pasca rentetan kasus Ferdy Sambo, Teddy Minahasa, Mafia Tambang, dan kerusuhan Kanjuruhan yang mempermalukan institusi Polri.