Siapa Pewaris Trah Soekarno Sesungguhnya?
PODCASTNEWS.ID – Guntur Soekarno Putra membuat gerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, khususnya Ketua Umum Megawati Soekarno Putri dan sang putri Puan Maharani.
Putra sulung sang proklamator itu menciptakan perdebatan di publik pasca terbitnya tulisan Guntur yang berjudul Meluruskan Salah Kaprah di Sekitar Bung Karno. Banyak pihak menilai tulisan yang dimuat di kolom opini Harian Kompas tersebut sedang menunjuk, mengkritik Megawati, dan secara khusus Puan Maharani yang dianggapnya kerap menyeret Sang Proklamator pada saat menjelang pemilu atau pilpres.
Guntur menegaskan, jika ditinjau dari akar budaya Jawa dan Bali yang menganut sistem patrilineal, maka hanya Puti Pramathana Puspa Seruni Paundrianagari Guntur Soekarno Putri yang layak menyandang predikat trah Sukarno.
Dari sudut pandang ini kata Guntur, cucu dari keturunan Soekarno dan Fatmawati yang dapat dikatakan sebagai trah Soekarno hanyalah putri tunggalnya tersebut. ”Publik selama ini memang menjadi saksi ketidakharmonisan diantara keluarga putra putri Presiden pertama republik indonesia tersebut,” kata Guntur, di Jakarta, Rabu (1/2/2023).
Bahkan kerap secara vulgar saling menyerang satu sama lain, khususnya melalui media massa.
Tak Permasalahkan
Terkait tarik ulur legitimasi trah Soekarno tersebut, Ahamad Khoirul Umam, Doktor Ilmu Politik dari School of Political Science & International Studies, University of Queensland, Australia, menjabarkan bahwa dari berbagai referensi terkait pemikiran Soekarno, Proklamator RI itu hampir tidak pernah mempermasalahkan trah atau keturunan dalam konteks biologis.
Pada saat Soekarno menjadi Presiden, dia melepaskan bendera partainya untuk menyatukan Bangsa Indonesia dalam ajaran Pancasila dan Persatuan Indonesia. ”Soekarno tidak mewariskan harta. Bahkan, rumah saja ia tak punya. Satu-satunya yang diwariskan oleh Soekarno sebagai sebuah legacy dan kebesarannya adalah nilai-nilai dan prinsip ajaran kebangsaan, bukan harta benda atau garis keturunan nama besar dirinya” ujar Khoirul Umam.
Sejak meninggalnya Soekarno, ajaran Soekarnoisme ini seolah gentayangan. Bagaikan roh, pemikirannya hadir dan berkembang di tengah masyarakat, tapi tidak memiliki badan dan kerangka yang jelas.
Sejak Partai Nasional Indonesia (PNI) melebur ke Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada tahun 1973, ajaran Soekarno sesungguhnya seolah tidak eksis dan terasa tidak mewarnai dinamika akibat kerasnya tekanan rezim Orde Baru.
Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, tidak ada tokoh lain yang membangkitkan kembali ajaran Soekarno dan memberinya wadah, badan atau kerangka untuk dilembagakan, selain Megawati Soekarnoputri.
Megawati dengan segala kelebihan dan keterbatasannya mampu mewujudkan dan memberikan badan dan kerangka kepada ajaran Soekarnoisme, sehingga menjadi gerak langkah politik yang riil dan konkret dalam tubuh PDIP hingga sekarang ini.
Rongrongan Orba
Dalam rangka membuktikan komitmen dan konsistensi Megawati pada ajaran Soekarnoisme, nyawanya bahkan ia pertaruhkan ketika mendapatkan rongrongan, ancaman dan hantaman dari rezim penguasa Orde Baru.
Mempersoalkan trah Soekarno lewat klaim garis keturunan biologis dari jalur anak laki-laki, barangkali klaim benar secara budaya. ”Namun di sisi lain, jika ditilik dari realitas sejarah dan sosial politik, maka hal itu dianggap kurang tepat,” sebut Khoirul Umam.
Klaim tersebut menjadi tidak adil karena Soekarno sendiri tidak anti gender. Soekarno tidak pernah membeda bedakan antara laki laki atau perempuan. Jika ia sanggup dan mampu untuk mengimplementasikan ajaran dan nilai nilai kebangsaan yang Soekarno ajarkan, maka dialah pemimpin sejati yang melanjutkan trah Soekarnoisme.
Megawati memiliki tiga anak, yakni M. Rizki Pratama, M. Prananda Prabowo, dan Puan Maharani. Tatam, sapaan akrab M. Rizki Pratama, dan Nanan, sapaan akrab Prananda Prabowo, tampak lebih banyak memainkan peran di belakang layar.
Keduanya cenderung membatasi diri sehingga terasa kurang tampil di permukaan. Satu-satunya anak Megawati yang paling konsisten berada di garda depan mengawal perjuangan dan menjaga ajaran Soekarnoisme, dengan segala dinamika dan tantangan yang dihadapi, adalah Puan Maharani.
Berani Tampil
Diakui atau tidak, Puan menjadi satu-satunya anak Megawati yang berani tampil di gelanggang. Barangkali sebagian masyarakat sering melihat Puan dari segala sisi kelemahannya. Meski di sisi lain ada pula yang menilai sosok Puan termasuk figur dengan Karakter gigih dan teguh pendirian sebagaimana tertuang dalam nilai nilai ajaran Soekarnoisme.
Realitas politik hati ini, disadari atau tidak, hegemoni trah soekarno tampaknya dimonopoli oleh keturunan Megawati. Sukses menjadikan Puan Maharani sebagai suksesornya, kini berlanjut ke keturunan berikutnya.
Pada HUT PDIP ke 50 beberapa waktu lalu, Megawati memperkenalkan dua cucunya, yakni Diah Pikatan Orissa Putri Hapsari dan Praba Diwangkata Caraka Putra Soma kepada publik.
Kedua cucunya tersebut tak lain adalah putra putri Puan Maharani sendiri. Perkanalan ke publik bukan tanpa maksud. Di kalangan internal PDIP, khususnya di lingkaran elit PDIP, kedua cucu megawati tersebut sudah barang tentu sangat familiar dan dikenal.
Namun lebih dari itu, Megawati ingin menegaskan ke internal secara khusus dan publik luas bahwa keduanya adalah pemegang dan penerus trah Soekarno di masa depan. Pesan Megawati ini sekaligus seolah mengingatkan kepada keturunan soekarno lainnya untuk tidak coba coba mengganggu hegemoni tersebut.